Monday, July 2, 2007

KITA SEMUA JUARA



Alhamdulillah, Innalhamdalillah, Allahumma shalli ’ala Muhammad

Ujian Akhir Nasional (UAN) baru saja berakhir dengan segudang permasalahan yang melingkupinya, baik standar kelulusan yang dianggap terlalu berat untuk siswa dengan kondisi belajar mengajar yang belum ideal atau sempitnya waktu untuk mengikuti ujian persamaan bagi mereka yang tidak lulus ujian. Hasilnya pun seperti yang sudah diduga, banyak siswa yang “kurang cerdas” tidak lulus UAN.
Lalu apakah mereka benar “kurang cerdas” ?

Parameter kecerdasan yang didasarkan pada penyelesaian soal-soal matematika, fisika, kimia dan bahasa inggris tentu saja memberatkan siswa yang tidak memiliki kecerdasan dalam bidang pelajaran tersebut, padahal dia memiliki kecerdasan seni atau kecerdasan fisik yang menunjang.

Howard Gardner, profesor Universitas Harvard mengembangkan konsep Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang dicetuskan pada tahun 1983, Gardner mengelompokkan kecerdasan menjadi tujuh tipe, yaitu kecerdasan yaitu : musik, kinestetik-tubuh, logika-matematika, bahasa, spasial, interpersonal dan intrapersonal.

Dalam pandangan Gardner, siswa yang punya kemampuan olahraga bagus tetap cerdas meskipun mendapatkan nilai matematika 5. Sobat zakat tentu mengenal legenda sepakbola Brazil, Pele yang berasal dari perkampungan kumuh Brazil. Ia tidak memiliki kecerdasan istimewa untuk bidang matematika. Tapi apakah mereka cerdas dihadapan guru dan orang tua mereka ?

Masih dominannya parameter kecerdasan logika matematika untuk mengukur tingkat kecerdasan siswa akhirnya memaksa orang tua memberikan les tambahan sepulang jam sekolah anaknya. Padahal ada kecerdasan lain yang lebih potensial untuk dikembangkan anaknya. Perlu kesadaran dan kebijaksanaan untuk menangkap kecerdasan lain tersebut.

Melihat potensi kecerdasan tersebut, Rumah Zakat Indonesia melalui program Edu Care mengasah kecedasan yang dimiliki anak asuhnya dengan beragam program kegiatan. Di kantor cabang Bandung anak asuh dibekali dengan keterampilan bermain angklung, alat musik tradisional khas Jawa Barat.

Responya positif, selain pembinaan rutin dibidang agama dan akademik latihan angklung memberikan keceriaan dan kesenangan dalam belajar. Kekakuan memainkan bilah-bilah bambu sedikit demi sedikit hilang berganti dengan keterampilan tangan-tangan mungil mereka memainkannya.

Rangkaian pembinaan anak asuh dilanjutkan dengan Kemah Juara—dulu Supercamp. Dalam tahapan ini anak dibawa belajar langsung dari alam, mereka juga dilibatkan dalam permainan-permainan asah fisik dan emosi. Dengan pola pembinaan tersebut diharapkan anak bisa tumbuh kembang sempurna. Semoga…! ***

Virda Dimas Eka ( CEO Rumah Zakat Indonesia)
http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=3439&kd=CEO


No comments: